-->
    |


Sederet Fakta Penghapusan Presidential Threshold oleh MK


JAKARTA,Reportmalut.com-Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan monumental terkait Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Aturan mengenai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dinyatakan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. Berikut sederet fakta terkait putusan ini:

1. Presidential Threshold Resmi Dihapus

MK menyatakan bahwa ketentuan ambang batas pencalonan presiden, yakni 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional, bertentangan dengan UUD 1945. Dengan demikian, aturan ini tidak bisa lagi diterapkan.

2. Alasan MK Menghapus Ambang Batas

Hakim Konstitusi Saldi Isra menyebut aturan presidential threshold melanggar moralitas, rasionalitas, dan menciptakan ketidakadilan. Ambang batas tersebut dinilai hanya menguntungkan partai besar dan membatasi hak konstitusional warga negara untuk mendapatkan alternatif calon presiden yang beragam.

3. Potensi Lonjakan Jumlah Calon Presiden

MK memperingatkan adanya risiko lonjakan jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden. Dengan dihapusnya ambang batas, partai politik peserta pemilu kini dapat mengusung calonnya masing-masing, sehingga berpotensi menghadirkan puluhan pasangan calon.

4. Kritik terhadap Polarisasi Politik

Menurut MK, aturan presidential threshold sebelumnya cenderung menghasilkan hanya dua pasangan calon, memicu polarisasi di masyarakat, dan mengancam kebinekaan. Bahkan, MK menyebut kemungkinan pilpres dengan calon tunggal jika ambang batas tetap dipertahankan.

5. Perubahan Sikap MK

Putusan ini merupakan pergeseran dari sikap MK sebelumnya, yang dalam 27 uji materi terkait Pasal 222 UU Pemilu selalu menolak gugatan. Kali ini, MK menegaskan bahwa aturan presidential threshold melanggar hak politik rakyat dan tidak sesuai dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.

6. Dissenting Opinion dari Dua Hakim

Tidak semua hakim sepakat dengan putusan ini. Hakim Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foekh mengajukan dissenting opinion. Mereka menilai para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum yang sah untuk mengajukan uji materi.

7. Gugatan Diajukan oleh Mahasiswa

Gugatan ini diajukan oleh empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, yaitu Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoriul Fatna. Mereka mengajukan judicial review atas nama hak politik warga negara.

8. DPR dan Pemerintah Diminta Menindaklanjuti

Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda, menyatakan bahwa pemerintah dan DPR akan menindaklanjuti putusan ini dengan merevisi UU Pemilu. Langkah ini diharapkan mampu menciptakan aturan baru yang tetap menjaga efektivitas pemilu tanpa mengabaikan hak konstitusional partai politik.

9. MK Berharap Ada Rekayasa Konstitusional

Dalam putusannya, MK mengingatkan pembuat undang-undang untuk mengatur mekanisme yang mencegah lonjakan jumlah pasangan calon yang berlebihan. Ini bertujuan menjaga stabilitas sistem politik dan efektivitas pemilu presiden.

10. Menuju Babak Baru Demokrasi Indonesia

Putusan ini dianggap sebagai langkah maju dalam demokrasi konstitusional Indonesia. Dengan dihapuskannya presidential threshold, peluang partai politik untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden lebih terbuka, sehingga masyarakat memiliki lebih banyak alternatif pilihan.

Dengan putusan ini, Indonesia memasuki babak baru dalam penyelenggaraan pemilu presiden. Ke depannya, revisi UU Pemilu menjadi kunci untuk menjaga keseimbangan antara hak konstitusional rakyat dan stabilitas politik.

Komentar

Berita Terkini