-->
    |


Di Kedai Kopi Kecil, Kami Ngobrol Hal Besar

 

Oleh Hairil Sadik

Menghadapi Perubahan, Jiwa Generasi Harus Sehat

Komplek Perumahan Eden Park Kota batam menjelang kelas less bahasa inggris. Bersama Bang Joy, begitu akhir nama pria ini yang saya ingat. Kurang lebih tiga bulan lalu sudah jadi kebiasaan saya kalau kelar kelas lanjut ngopi, sebelum atau sesudah kelar dari kelas less langsung dengan cepat mengambil tempat di depan warung. Ada kedai kecil dari warung itu yang berdekatan dengan tempat kursus,

Setiap kali, saya ada jadwal kelas selalu saja bertemu dengan bang joy di kedai itu. Setiap senin dan sabtu kami selalu habiskan waktu kurang lebih 30 menit untuk ngobrol banyak hal. Terakhir, saya baru tau kalau bang joy sering minum kopi di kedai ini karena tempat kerja dia berdekatan dengan kedai. Selain berdekatan kata bang joy, kedai ini tidak banyak orangnya, mengingat musim pandemi dan dia sangat peduli dengan kesehatan karena dia punya anak dan istri karena kata dia, kedai kopi ini tak banyak orang, jadi dia paling sering minum kopi disini.

Saya bertemu dengan bang joy di dua bulan terakhir saya kursus, awalnya sok tahu dan say hallo saja sama bang joy. Sok akrab lah intinya, karena sudah jadi kebiasaan saya.

“Kopi bang” tanya saya sambil berikan isyarat apakah saya bisa duduk di tempat sebelah bang joy.

Orangnya sangat ramah, ngobrolnya asik, wawasannya sangat luas, cara menyampaikan pikiran-pikiran dia yang saya kagumi adalah dia tidak membedakan bagaimana membicarakan hal perubahan dengan orang yang baru dia kenal. Umur dia sekita 41-42 tahun.

“ayo-ayo dek” begitu jawab dia sangat ramah saat saya menanyakan sambil sodorkan kopi saya sebagai syarat mengajak dia untuk minum kopi bersama.

“sudah dek, gue juga udah pesan kok. Mari duduk !” jawab dia sembari mengajak saya duduk di kursi sebelahnya.

Sebenarnya ini bukan kedai kopi seperti coffee shop lainnya, ini hanya satu kantin biasa yang letakkan dua meja dengan masing-masing meja itu di kasi kursi empat buah. Waktu pertama kali ketemu dengan bang joy, saya pikir dia kerja sebagai buruh bangunan di depan. Karena di dekat kami minum kopi, ada sekelompok pekerja sedang mengerjakan pembangunan perumahan di dalam komplek tersebut.

“dari mana dek?” tanya bang joy setelah beberapa menit mata dia yang sedari tadi terpaut pada layar handphone milik dia sambil menundukkan kepalanya.

“Dari maluku Utara bang” jawab saya sambil mengeluarkan sebungkus rokok kretek dari rangsel samping.

Di pertemuan awal saya dengan bang joy, saya jadi memikirkan mengapa orang-orang yang fine, terbuka, dan luas wawasan seperti bang joy ini sangat jarang di temukan. Kami melanjutkan lagi dengan obrolan, di awal dia menanyakan dari mana saya. Dengan semangat penuh percaya diri, saya menjawab kalau saya dari maluku utara dan dia balik menimpali untuk meluruskan pertanyaan dia.

“maksud gue, di mana tinggalnnya di batam?” timpal bang joy meluruskan pertanyaan dia.

Saya pun kaget, sebab orang pada umunnya tidak banyak yang akan menanyakan hal demikian apalagi orang-orang yang pikirannya sangat kental dengan streotype ke-timuran yang sangat kuat.

‘Oh, Dermaga bang, maaf” sambil mohon maaf karena salah memberikan jawab sebagai mana yang bang joy harapkan.

Dari situlah kami mulai ngobrol, setiap saya ada kelas less dan minum kopi di kedai itu, jika ada bang joy pasti berujung obrolan asik. Dia sangat senang dan antusias berbagi cerita dengan saya. Tentang generasi muda harus sehat jiwanya, alasannya adalah perubahan dunia dan perubahan dalam kehidupan membutuhkan jiwa yang sehat.

Di pertemuan kami yang ke sekian kalinya, masih dengan suasana yang sama. Ada rokok kretek, ada kopi dan obrolan menarik yang tidak kalah penting dari mengikuti kelas mentalitas atau terapi pikiran oleh toko-toko psikolog. Bicara dia sangat adem di telinga, sangat memotivasi, menginspirasi dan komplit lah kalau ngobrol sama bang joy.

Februari dan maret berlalu, menuju april yang sangat bahagia sebab saya pun menuju kahir dari kelas less bahasa. Masih dengan kopi, bang joy, dan ngobrol tentang banyak sekali yang dia tahu. Kami berdua berbagi cerita. Teringat, di bulan februari di pertemuan kedua dan ketiga atau sekitar yang kesekian kali di bulan itu. Bang joy ngobrol tentang “perubahan akan membentur psikologi kita dengan keras, apalagi sekarang lagi pandemi covid-19”

“seumuran kamu ini dik, masih sangat rentan kehidupanmu yang di penuhi dengan berbagai dinamika dan perubahan” dia mengatakan hal ini sambil meletakkan dengan hati-hati cakir kopi miliknya di atas meja.

Saya jadi sangat ingin dan berharap untuk bertemu dengan orang seperti bang joy ini di setiap perjalanan, di semua tempat, daerah atau di mana saja saya pergi. Luar biasa pemikiran dia, meskipun saya tidak tahu pendidikan dia dan pekerjaan sebenarnya dia. Saya lebih tidak berani menyankan hal itu sebab bagi saya masih terlalu privat untuk menanyakan hal itu kepada orang yang tidak seumuran dengan saya.

Obrolan kami di bulan februari itu selain dia memberikan motivasi kepada saya, ada juga hal penting yang dia sampaikan. Menurutnya semua orang, tua atau muda akan berhadapan dengan tanggung jawab dan tuntutan sosial. Terutama, harus menerima perubahan sosial.

“Lantas, bagaimana cara menerimanya dik?” tanya bang joy, sambil menuju ke kasir kantin untuk membayar dua cangkir kopi. Sehabis membayar kopi, bang joy sambil bilang “nanti kita ngobrol lagi besok ya dik!”

Waktu menunjukan tepat pukul 18.00 wib dan suara bacaan ayat suci al-qur’an di masjid sudah membunuh obrolan kami. Saya masih terus mamaksa bang joy untuk menjelaskan bagaimana cara menerima perubahan sosial dan mungkin dampaknya sangat parah terhadap psikologi kita sebagai generasi muda. Generasi yang akan melanjutkan estafet perubahan bangsa, generasi yang akan membawa bangsa ini jauh lebih baik untuk kehidupan bernegara dan sejumlah kesimpulan yang saya asumsikan dalam pikiran saya saat itu.

Kami harus mengakhiri obrolan manis dan sangat banyak manfaat itu, sebab kami harus kembali untuk melakukan aktivitas lainnya di rumah kami masing-masing.

Dari obrolan februari itu, saya menemukan beberapa hal yang sangat penting untuk dibagikan dalam bentuk tulisan sederhan ini. Meskipun, menurut pembaca yang budiman, hal ini hanya merupakan asumsi belaka. Bagi saya, pemikiran-pemikiran bang joy sangat baik untuk dipelajari, kritis dan ralistis kata-kata dia. Sebuah pengetahuan brilian yang harus saya akumulasikan sebagai bentuk rasa syukur bertemu dengan orang seperti dia.

Beberapa hal lagi yang sangat bagus menurut saya dari pandangan sederhananya bang joy adalah semangat memotivasi orang yang sangat tinggi dalam dirinya, bahkan orang seperti saya baru saja dia kenal. Dia tidak pelit berbagi ilmu dan pengalamannya

Hari berikutnya, kami bertemu masih pada bulan yang sama. Seingat saya, itu sudah akhir bulan februari dan beberapa hari lagi masuk bulan ketiga tahun 2021. Pertemuan akhir februari, dia baru meberikan jawaban tentang bagaimana cara menerima realitas dan tantangan sosial tadi.

Aktivitas kami masih sama, ada kopi, rokok kretak dan obrolan-obrolan yang menginspirasi. Dengan penuh rasa penasaran, saya mengejar jawaban dari pertanyaan bang joy di pertemuan kami sebelumnya. Setengah menagih lah intinya!

Sore itu, pukul 18.00 wib kami berdua masih melanjutkan obrolan. Dia menanyakan kabar, dan baru di pertemuan kesekian kali ini dia tanyakan tentang tujuan saya ambil kelas bahasa ini.

“kamu les untuk tujuan apa dik?’ pertanyaan dia ditengah obrolan kami

Padahal saya masih tertarik dengan jawaban tentang pertanyaan yang saya kejar. karena makin penasaran. Kata bang joy, sebagai generasi baru, generasi muda yang di bentur dengan zaman yang trend ini. Satu-satunya cara untuk menerima perubahan sosial adalah jiwa kita harus sehat, jiwa generasi muda haruslah sehat untuk membawa kita kepada penerimaan terhadap kenyataan. Negara ini membutuhkan perubahan besar, dan perubahan besar itu membutuhkan jiwa generasi muda yang sehat.

Bagi saya, dari pernyataan bang joy tadi membuat saya belajar banyak hal. Belajar tentang menerima keadaan dan perubahan sosial haruslah jiwa yang sehat. Secara psikologi, generasi yang dibentur dengan zaman yang trend ini membuat kita hampir saja kehilangan kendali untuk mengejar ketenaran sampai lupa bahwa ada batasan-batasan tertentu

Ingin terkenal, menjadi viral alih-alih jalan ninja menuju bisnis sesungguhnya di dunia IT, orang-orang kehilangan kendali dan saling mengadu mulut, pikiran, mengumbar kekayaan, ketenaran tidak banyak manfaatnya dan banyak hal lain yang membuat kita salah jalan.

“Manurut bang, kesehatan jiwa generasi muda itu jaminan atau hanya sebuah harapan?” pertanyaan ke berapa yang saya tanyakan, saya sudah tidak peduli dengan banyak pertanyaan karena sangat suka dengan jawaban-jawaban beliau yang sedikit liar dan kritis itu.

Batang kedua rokok kretek kembali saya layangkan ke bibir sambil membakarnya. Korek api belum berhenti menyala, bang joy sudah menjawab dengan cepat apa yang saya tanyakan.

“ya menurut gue, kesehatan jiwa generasi muda akan mencerminkan kesehatan dan masa depan sebuah bangsa. Kira-kira seperti itu dik” jelas bang joy

Waktu menuju malam, semakin penasaran saya dengan status bang joy. Terbilang dingin tetapi sangat kritis pemikirannya. Kami ngobrol banyak hal, tentang perubahan-perubahan secara natural, tentang dinamika hidup zaman IT yang bergejolak, membuata banyak dari kita akan menhadapi sesuatu dengan prinsip asal hidup.

Dari obrolan itu pun, mengantarkan saya kepada hal tuntutan sosial yang menurut saya semakin kompleks di musim pandemi ini. Kondisi ekonomi akan membuat jiwa manusia menjadi tidak sehat secara psikologi, saking sibuk mengurus ekonominya akhirnya tertekan dengan tuntutan berujung pada stres dan menyeret hidup pada banyak problem.

Kami berdua mengakhiri obrolan sore menjalang malam itu dengan menghabiskan sisa kopi di cangkir kecil yang sudah dingin. Beberapa minggu kemudian, kami bertemu lagi. Pertemuan ini sudah masuk di bulan maret. Menanyakan hal yang sama tentang kabar, dan kelancaran aktivitas seraya berharap bahwa semoga selalu lancar.

Pertemuan maret kali ini, karena baru kelar ngopi dirumah, saya hanya memilih kopi dengan kemasan botol. Tidak seperti biasanya, kami setiap ngobrol selalu saja memesan kopi hitam. Secangkir kopi hitam di bandrol dengan harga 5000an. Saya tidak tahu itu kopi hitam jenis apa, yang saya rasa seperti kopi sasetan pada umumnya. Sebotol kopi dan rokok kretek yang sama dan melanjutkan obrolan dengan bang joy. Saya beranikan diri untuk menanyakan pendidikan terakhir dia, dan yang saya temukan hanyalah jawaban umum seperti orang sering menjawab kalau ditanya pertama kali kenalan.

“sekolah terakhir abang?” pertanyaanku sambil membuka sebuah buku kecil dengan tujuan untuk mencatat hal penting meniru aktivitas penulis kawakan lainnya. Mencatat inti dari yang kami obrol kan. Sebenarnya di handphone saya punya note buat mencatat, ada juga aplikasi alat tulis lainnya. Tapi saya lebih suka menggunakan catatan di buku kecil.

Kepulan asap rokok bang joy melambung sangat tinggi ke atas kepala, sepertinya bang joy sangat lelah. Terlihat dari mimik mukanya, dia mungkin full jam kerja atau mengerjakan dua kali lipat pekerjaan yang tertunda. Ditengah-tengah kebisingan suara kendaraan yang melintas, jawaban bang joy sangat singkat.

“Kelarin S1 doang dik” jawab bang joy sambil sandarkan bagian belakang punggungnya lebih erat ke sandaran kursi dari bahan besi yang setengah karat itu.

Sore itu, dalam pikiran saya, sepertinya kami tidak akan melakukan obrolan yang sebagus kemarin sebab bang joy terlihat sangat lelah. Terkaan saya salam dalam hati, sedikit terkagat mendengar jawaban bang joy dan saya memilih tidak melanjutkan pertanyaan. Break tanpa kata, hanya kepulan asap rokok dan buru-buru cangkir kecil itu melayang ke bibir untuk mengejar nikmatnya kopi. Saya pun sama, sebotol kopi dapat membantu menetralisir dugaan saya bahwa hari ini obrolan tidak efektif seperti hari kemarin.

Dugaan saya benar, bang joy sedang lelah tetapi dia yang membuka obrolah kami, memecahkan keheningan di sore itu. Dia bilang, generasi muda jangan depresi seperti kami yang sudah berumur tua begini. Kalian masih baru, masih kuat, pemikiran masih bagus, dll yang sangat berkesan. Dia juga menekankan tentang jangan asik dengan alkhol, itu merusak mental kita. Sama halnya obat terlarang, seks bebas dan semua itu memiliki resiko besar bagi diri kita.

“dik, jangan sampai depresi diumur yang masih muda. Jauhkan obat terlarang, jangan mabuk, bergaul dibatasi dengan orang yang ketika berteman dengan mereka ada manfaatnya. Kami yang tua kalau depresi ya bagaimana lagi? Harus menerimanya, untuk saja di pendemi ini kami masih bisa kerja, bisa nafkahi istri dan anak, ini sudah lumayan bertahan lah” ucap bang joy membuat saya tertegun dan hampir tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Bulan maret, kurang lebih kami lima kali bertemu, dan dua kali saja melakukan obrolan menarik tentang hal yang sama seperti sebelumnya. Tanggal 1 april pun tiba, kelas les saya sudah menuju akhir. Artinya pertemuan kami akan berakhir disekitar tanggal 12 april karena bertepatan dengan berakhir juga jadwal les saya.

Obrolan bulan maret, membawa saya lebih jauh memikirkan tentang beberapa hal yang mestinya dipelajari dan di jadikan contoh yang baik untuk tidak melakukannya sama sekali. Sebab beberapa hal ini sangat berisiko, terutama untuk kesehatan jiwa secara psikologi.

Hal pertama yang saya pikirkan, dari obrolan kami di bulan maret itu tentang kemajuan teknologi juga dapat menghambat kematangan perkembangan sosial. Kita lihat di pandemi ini, hampir saja setiap kita mengalami stres, gejala emosi kita terlihat sedang naik ke level tidak bisa dikendalikan. Ini merupakan dampak negatif keadaan sosial yang harus diterima oleh kita semua.

Pukul 19.30 wib kami mengakhiri obrolan, yang menurut hemat saya bisa dijadikan sebagai materi untuk sebuah artikel yang mungkin memiliki manfaat bagi pembaca yang menerimanya, membaca dan menyimpulkan maknanya sesuai dengan keadaan jiwa dan hati mereka.

‘bang joy, saya balik duluan ya”

sambil berjalan ke arah kasir kedai untuk membayar secangkir kopi hitam dan kopi dengan kemasan botol. Kembali berpamitan dengan bang joy, saya meluncur dengan cepat menuju rumah. Mengumpulkan sedikit demi sedikit semangat dan membuka lagi alat tulis di laptop kecil saya. Memulai proses meramu kalimat-kalimat inti menjadi sebuah artikel.

Obrolan terakhir kami masih tentang kesehatan jiwa generasi muda, kesehatan mental memperlakukan realitas sosial. Bicara seputar penggunaan media sosial, dan ini yang paling berkesan. Kata bang joy, akses dunia maya generasi sekarang memiliki sisi manfaat keduanya, positif dan negatif. Fasilitas dan aktivitas dunia maya ini kalau tidak arif kita gunakan maka mental kita benar-banar dibikin hancur.

Maurut bang joy, waktu yang semestinya digunakan generasi muda adalah pengembangan diri di usia yang masih dini. Masih terbilang baru menurut bang joy. Jangan menyita waktumu dengan melakukan hal yang tidak bermanfaat, lakukan hal-hal yang tidak mengganggu kesehatan jiwa. Ini hal yang paling berkesan dari obrolan panjang kami di akhir maret.

“kamu tahu yang lagi viral-viral sekarang kan, syndrom tik tok dll?’ tanya bang joy ketika kami bertemu pertama di awal april.

Obrolan april masih juga seputar akses media sosial, tentang edukasi yang minim pengunaan media sosial, kebebasan hak menggunakan dan membuat apa saja di media sosial. Saling mengejek, saling banding dan saling banting satu sama lain, semua hal ini menuju gangguan kejiwaan yang tidak dapat di hindari kalau kita lama-lama hanyut didalamnya, meskipun ada sisi positifnya tapi jarang yang melihat kesempatan itu.

“iya tahu bang” jawab singkat saya sambil bereskan beberapa lembar catatan yang di bawa dari kelas less untuk masukkan kedalam tas (rangsel) samping di kursi sebelah saya duduk.

Obrolan itu berujuang pada sebuah saran tentang kebijakan atas sebuah regulasi, sosialisasi dan edukasi penggunaan medsos untuk anak-anak atau generasi muda harus dilakukan secara masif, baik itu pemerintah maupun orang tua. Dari obrolan itu saya simpulkan bahwa sosialisasi penggunaan medsos ini merupakan hal penting untuk menyiapkan mental generasi yang tidak hanya cerdas secara pengukuran sekolah saja, melaikan juga harus mengarahkan mental generasi untuk menjadi generasi terbaik yang sehat jiwanya

Kami ngobrol lagi tentang dunia pekerjaan merupakan tuntutan sosial yang menyeret generasi muda bukan mengejar kecerdasan tetapi lebih mengejar kehidupan yang layak sehingga kesempatan untuk mengembangkan diri menjadi minim. Hal ini merupakan suatu tatanan baru kesenjangan sosial yang tanpa kita sadari, banyak dari generasi muda memilih bekrja dan mencari nafkah dengan mengabaikan kesempatan untuk belajar lebih baik lagi menjadi generasi yang memiliki mental kuat dan mumpuni dalam menghadapi perubahan besok dan hari-hari akan datang.

Bulan april, hanya tiga kali kami bertemu. Terakhir di tanggal 8 april bertepatan dengan berakhirnya jadwal kelas bahasa yang saya ambil. Saya dan bang joy mengakhiri obrolan tentang bagaimana pemerintah dan lembaga terkait harus benar-benar hadir di dalam lingkungan sosial, benar-benar menyentuh generasi baru ini dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan mendidik selain di lembaga pendidikan formalnya.

Obrolan april kami berakhir di pukur 19.20 wib karena saya terburu-buru haru balik dirumah dan menyelesaikan pekerjaan rumah yang belum saya kerjakan beberapa hari ini. Di tengah obrolan kami, saya sembari menjelaskan ke bang joy kalau waktu saya ikut kelas sudah berakhir hari ini. Kemungkin kita tidak akan ngobrol dan minum kopi lagi seperti biasanya.

Bang joy, tidak mematahkan semangat saya, dia kembali mengajak saya betemu dan minum kopi di waktu lainnya, mengajak saya main-main lagi kesana kalau ingin ngobrol. Saya berpamitan dan menyampaian terimakasih yang sangat-sangat dalam kepada bang joy. Dia memberikan banyak semangat dan motivasi tentang banyak hal. Memberikan inspirasi baru dan mengajarkan bagaimana menjadi generasi yang sehat jiwanya.

“bang, ini obrolan terakhir kita. Saya sudah kelar jadwal kelasnya. Terimakasih banyak atas semangat dan motivasinya” sambil salaman dan pamitan kepada bang joy.

Kali ini, kopi dan cemilannya di bayar oleh bang joy. Dia membalas saya dengan bahasa yang sangat luar biasa bijak

“iya dik, terimakasih juga sudah berbagi. Semoga aktivitas kamu selalu lancar, tetap semangat. Nanti main kesini lagi kalau mau ngopi dan ngobrol-ngobrol” ajak bang joy di akhir obrolan kami.

Obrolan terakhir ini, saya simpulkan bahwa bang joy adalah salah satu orang terbaik dari sekian banyak orang terbaik yang pernah saya kenal. Banyak orang yang sama seperti bang joy, tetapi cara dia perlakukan orang yang umurnya dibawah dia memang benar-benar berbeda, sangat agresif dan kritis pikirannya. Semangat motivasinya sangat tinggi. Darinya saya belajar bahwa untuk menyiapkan generasi muda yang sehat jiwanya, indonesia membutuhkan tangan pemerintah untuk merangkul sampai ke akar masyarakat lapisan paling bawah.

Darinya, saya belajar tentang semangat, tentang kesehatan mental adalah kunci menjemput perubahan sosial yang akan menghantam dengan keras kepada kehidupan kita. Darinya saya belajar bahwa sebagai generasi generasi muda, untuk menghadapi perubahan dunia pun perubahan sosial, harus memiliki jiwa yang sehat, itu poinnya.

 

Terimakasih.

 

 

Komentar

Berita Terkini