Pohon Pisang Yang dihiasi Pernak Pernik |
Menjelang Idul Fitri, perayaan budaya dan tradisi di galakan
umat islam di Indonesia sebagai bagian dari menjaga kearifan lokal serta
menjaga nilai yang lebih tinggi dari perayaan tersebut. Begitu juga dengan
Maluku Utara, negeri para raja (jazirah Al -Mulk).
Dalam memperingati malam Lailatur Qadar, salah satu tradisi
paling melekat dalam kehidupan masyarakat Maluku Utara adalah “ malam Ela-ela”.
Tradisi turun temurun ini dilakukan oleh
warga dengan menyalakan lampu-lampu baik
obor dan loga-loga (lampion) dipekarangan rumah. Tradisi ela-ela ini sendiri
juga mulai terstruktur, salah satunya di Kota Ternate yang dibalut dalam konsep
festival ela-ela. Festival ini mengikutsertakan kelurahan-kelurahan dalam
bentuk lomba untuk menggali kreativitas dan inovasi kebudayaan yang nantinya
dinilai oleh juri.
Lomba Festival Ela-ela |
Begitupula dengan tradisi "Soan". Tradisi yang
lekat dengan salah satu suku makian. Khususnya Makian Luar Desa Mateketen. Dimana, tradisi ini dilakukan menjelang 27
Ramadhan yang dilakukan untuk mengapresiasi anak-anak karena mampu
menyelesaikan puasa ramadhan 30 hari full.
Dari akar sejarah, perayaan soan belum jelas asal usulnya. Baik penyamatan
nama maupun siapa pencetusnya. Akan tetapi sebagai wilayah kesulatan Bacan, bisa jadi Tradisi ini merupakan bagian dari tradisi turun temurun yang lahir dari budaya kesultanan.
Secara makna, soan adalah pemantik semangat dan apresiasi
bagi seorang anak usia rata-rata dibawah
5 tahun karena mampu menyelesaikan puasa ramadhan. Tradisi ini juga bagian dari
memperingati malam datanya malam lailatul qadar.
Dalam melaksanakan perayaan ini, para orang tua khususnya
dimakian luar yang anak-anaknya melaksanakan puasa akan menebang sebuah pohon. Pohon
pisang ini juga sudah disiapkan sebulan sebelumnya, dengan perkiraan yang pas
agar pohon pisang tersebut matang pada saat hari H perayaan.
Kebanyakan pohon pisang yang dipilih tidak sembarangan. Akan
tetapi, pisang ini dipilih secara khusus, yakni pisang Raja dan Pisang Mas (lady Fingger). Penebangan phon pisang
dilakukan dengan mengambil bagian pohon utuh minus akar. Daun, buah pisang dan
batang pisang akan kemudian dibawa pulang dan dikat di depan rumah maupun
disandarkan pada pagar.
Setelah itu, pohon pisang ini akan dihiasi berbagai
pernak-pernik. Biasanya, dihiasi kue-kue tradisonal , seperti kue jambu air,
kue andara (kue berbahan beras pulo), sumu-sumu, bendera Indonesia, balon, duit
serta berbagai jajan khas lainnya yang di ikatkan ke buah-buah pisang.
Ornamen-ornamen yang digantung dipohon pisang |
Pernak-pernik tersebut mulai di gantung pada pukul 17:30
wit. Setelah semua persiapan selesai, biasanya tanpa diundang anak-anak kecil biasanya
langsung datang menyaksikan. Jika dalam kampung tersebut terdapat 5 anak yang
merayakan soan, maka sudah tentu anak-anak ini akan mendatangi semua
rumah-rumah tersebut.
Anak-anak yang belum melaksanakan soan seketika akan merasa
termotivasi agar pada ramadhan akan datang mereka mampu berpuasa dan merayakan
hal yang sama. Karena perlu diketahui
bahwa, tradisi sudah dilaksanakan semua orang pada masa kecil mereka. Bisa dikatakan,
100 persen masyarakat desa Mateketen dan desa-desa lainnya di Makian Luar sudah
melakukannya.
anak-anak yang siap memperebutkan pernak-pernik soan |
Tanda dimulainya perayaan akan dilaksanakan setelah shalat
magrib. Anak-anak yang sehabis ba’dah magrib kemudian bergegas menuju
lokasi-lokasi perayaan. Dalam suasana
ini, tidak semerta-merta anak-anak langsung merebut pernak-pernik tersebut. Biasanya,
para orang tua dan anak yang mempunyai perayaan akan menunggu dan memberikan
pesan-pesan.
Setelah selesai, aba-aba kemudian dimulai. Jika sudah
mendengar kata “ rabas” atau “ rampas” maka sontak anak-anak kemduian riuh dan
meulai meyerobot pernak-pernik yang di gantung.
Suasana riuh dan ramai tentu menjadi pemadangan unik setahun
sekali tersebut. anak-anak yang semangat mendapatkan pernak pernik tersebut bersoark-sorak,
sedangkan para orang tua dan remaja juga turut mendukung dan menyemangati.
Salah satu anak mengatakan malam ela-ela ini adalah malam
paling ditunggu, karena mereka bisa merampas (ambil) sowan teman-temannya. Begitupun dengan anak-anaklainnya, dimana dengan adanya soan mereka bisa
sama-sama satu tujuan memperubutkan hadia yang di gantung.
Malam soan atau malam ke 27 Ramadhan merupakan surga bagi
anak-anak di Makian, khususnya Desa Mateketen. Pasalnya,anak-anak dengan ceria
menyambut dan memperbutkan hadiah-hadiah tersebut sehingga tidak mengherankan
juga jika pada malam tersebut anak-anak terlihat lebih rapi dan ramai dari
malam sebelumnya.
Menurut Imam Desa Mateketen, soan sendiri sudah lama di buat, namun soan
bukan merupakan adat, soan hanya berupa sebuah perayaan dari orang tua dalam
meyemangati anak-anak mereka agar selalu berpuasa di bulan suci ramadhan juga
bagi anak-anak lain. Semoga dengan begini anak-anak selalu dan semakin
termotivasi dalam berpuasa. (fy).