Oleh : SURYANI UMATERNATE
Satu
tahun sudah persahabatan mereka terjalin. Begitu banyak
liku-liku, senang dan susah telah dilewati bersama. Persahabatan
mereka bermula ketika menduduki
bangku kelas tiga Sekolah Menengah
Atas (SMA). Tingkat
akhir masa sekolah yang akan terekam jelas dari perjalanan hidup sebelum mereka
melanjutkan ke
kehidupan baru yang bernama bangku kuliah. Sehingga, pemikiran mereka sering beradu tentang
bagimana dunia perkuliahan yang mereka hadapi dengan tanda tanya besar di
benak.
Dari
situlah mereka
bertekad untuk giat
belajar. Setiap jam istrahat mereka selalu
menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan. Membaca buku-buku yang
mungkin berbeda-beda. Tetapi, guru mereka selalu
menyarankan “ kalau
boleh jangan kalian berpikir tentang dunia perkuliahan terlebih dahulu sebab, masih ada beberapa
tahapan yang harus kalian lewati sebelum
sampai ke bangku perkuliahan yakni Ujian
Akhir Nasional. , kata Bu Mida
Keinginan
menggebu-gebu tentang dunia perkuliahan mereka kurangi dan memilih mengfokuskan
diri menyelesaikan tahapan ujian yang tak lama lagi mereka hadapi.
Mulai dari kerja kelompok dan les privat yang di buat oleh
guru-guru bidang study di sekolah. Karena mereka juga berpikir bagaimana
caranya mereka bisa
masuk ke satu Universitas tanpa izasah SMA.
Dalam
keseharian ke empat
sahabat ini selalu bersama. Persahabatan mereka dibaluti dengan suasana keakraban, keseruan dan
sangat menyenangkan sehingga membuat ikatan persahabatan mereka semakin menguat dan kokoh.
Untuk mempererat persahabatan mereka, lahirlah satu inisiatif untuk membentuk logo dan slogan yang terpampang indah di kaos
yang mereka kenakan sehari-hari.
Beberapa
bulan kemudian mereka
telah dihadapkan dengan ujian praktek. Para guru di sekolah mereka tahu betul ke empat siswa
mereka merupakan sahabat baik yang melakukan aktivitas sering bersama-sama. Oleh
karena itu, dalam kegiatan praktek kali ini mereka harus di pisahkan oleh Bu
Mida. Sebenarnya mereka agak kesal dengan
perlakuan Bu Mida yang sama sekali tidak mengerti perasaan mereka. Harapan mereka dalam pembagian
kelompok, mereka
nantinya akan menjadi satu tim. Dengan wajah yang amat
kusut, bete dan berat hati, mereka tetap menerima keputusan tersebut.
Raut
wajah Fita masih begitu
kesal saat pembagian kelompok mata pelajaran fisika. Kesal kenapa harus terpisah
satu sama lain. Menurutnya sangat tidak efektif,
sebab bukan kali ini saja ia terpisah saat pembagian kelompok,
tetapi sudah berulang kali terjadi. Belum lagi reda
kekesalannya, Ia harus menerima kenyataan menyakitkan lainnya. Pada pembagian
kelompok pada mata pelajaran keterampilan
keterampilan lagi-lagi rita harus terpisah
dengan tiga sahabatnya yakni Yani, Fira dan Titin yang sangat
beruntung sekelompok
.
Fita
mulai kesal dan marah-marah setelah pembagian kelompok selesai. Kemarahan Fita kali ini
menjurus tepat ke ketiga sahabatnya dan menuduh seakan-akan
ketiga sahabatnya yang tidak ingin sekelompok dengan nya dan
cenderung mengatur agar ia tidak dipilih menjadi satu tim,
padahal pembagian kelompok saat itu di tetapkan
guru yang memang mereka tidak seorang pun
dari mereka mampu mengintervensi. Tapi tiga sahabatnya
hanya diam mendengar omelan dan keluh kesahnya, karna mereka tahu watak Fita seperti
apa.
“Kalian
begitu senang sebab dalam kelompok kalian banyak anak yang rajin dan pintar
masak.Tapi kalau dalam kelompokku banyak yang malas, adapula ketika di suruh
sering membentak”ujar Fita dengan
raut wajah sedikit mengeluh.
“Sabar
Fita itu hanya sementara,
lagian kelompok masak-masak inikan hanya sehari. Ketika selesai masak kemudian
dibawa ke Sekolah lalu makan bersama selesailah sudah kenapa harus di
permasalahkan ” cakap Titin sambil
menenangkan Fita. “iya
lagian makannya kan bersama di sekolah dalam ruangan yang sama pula kenapa
harus sedih nanti juga pas makan kita makan bersama” sambung
Fira untuk menyenagkan perasaan sahabatnya itu.
Tahap
pertama telah mereka lalui, kemudian masuk pada tahapan kedua yaitu ujian
sekolah. Sebelum berlangsungnya ujian sekolah ,diadakan pembagian ruangan terlebih
dahulu. Yani, Fira dan Titin tergolong
dalam satu
ruangan, sementara Fita masih tetap
bernasib apes dan lagi-lagi terpisah dari sahabatnya. “Mungkin saja Fita akan
marah lagi pada kita bertiga” kata Yani
sambil tertawa, sebab ia selalu saja terpisah dari kita. “Biarlah ”jawab Titin dengan santai.
Hari
berlalu begitu cepat tak terasa ujian hari pertama pun dimulai. “Oh My God
(Ya Tuhan), Apakah ini mimpi? Tanya
Yani penuh keheranan. “Kenapa?” tanyaFira.
“Ujian akan dimulai,
aku merasa seperti tidak mempunyai
persiapan apa-apa untuk menghadapi ujian ini” jawab Yani dengan rasa cemas. “Hahaha” Fira tertawa terbahak-bahak. Ditengah percakapan
tersebut mereka bertiga dikagetkan dengan bunti bel pertanda
ujian akan segera di mulai. Mereka pun bergegas tergesa-gesa sambil menahan napas
tanda kegugupan menyelimuti menuju ruangan yang telah mereka ketahui
sebelumnya.
“Waktunya
pertempuran melawan selembar kertas di mulai” ujar Titin dengan tegang. Namun
Yani dan Fira hanya diam mendengar perkataan Titin. “sebab melawan selembar kertas adalah
satu kalimat yang gampang di ucap tetapi sulit untuk di kerjakan lirih Yani. Dalam beberapa
menit di kehidupan mereka inilah pertempuran yang harus mereka menangkan. Sunyi
senyap dan hanya terdengar suara bolak-balik dari kertas ujian serta bunyi
goresan pensil menjadi nyanyian di ruangan kelas berukuran standar tersebut. Sebelum,
bel tanda ujian hari pertama selesai. “Legah
sungguh legah ketegangan yang terjadi sudah berkurang, siap bertempur pada
hari ke dua, ujar yani dalam hati.
Hari
kedua berlangsung, di tandai dengan semangat membara, Yani masuk kedalam ruangan
dengan penuh percaya diri. Ujian berlangsung beberapa menit, lembar-lembar soal
dan kertas jawaban mulai di kerjakan dengan serius oleh para siswa begitupun
dengan yani sebelum akhirnya ia mulai merasa kehilangan
semangat. Penyakit
yang ia derita kambuh di waktu yang tidak tepat yakni
pada saat ujian berlangsung. Wajahnya begitu lemah bercampur sedih. Keringat dingin mulai membasahi hampir separuh badannya
sebelum akhirnya di sadari oleh pengawas ujian yang tak lain adalah guru
bimbingan kelasnya semasa tingkat I. Wanita berparas cantik yang biasa di sapa “Miss”
ini sedari tadi memperhatikan gerak geriknya, sebelum berjalan ke arah yani
yang nampak kepayahan.
“What’s wrong with you Yani” tanya Miss dengan aksen Inggrisnya yang kental.
“No Miss, pinggang dan tanganku sangat
sakit
hingga tak mampu ku gerakan jari dan tanganku untuk untuk menulis” jawab Yani
sambil meneteskan air mata dikedua belahan pipinya. Sementara itu ia melihat
semua teman-teman yang ada diruangan ujian melepas pensil dan menatapnya penuh
rasa kasihan karena mereka juga tau sakit yang selama ini Yani alami. “Ayoo yang
lain tolong bantu Yani, antar ia ke ruang kepala sekolah” perintah Miss pada
teman-temannya.
Titin dengan sigap menghapiri Yani dan
merangkul tangannya
lalu mengantarnya ke ruang Kepala Sekolah. Di
ruangan Kepala Sekola para guru sempat kaget melihat kondisi yani.
“Yani kamu
kenapa? Mengapa ini bisa terjadi? Namun, Yani hanya diam tak
menjawab sepatah kata pun
pertanyaan dari guru-gurunya. Sebelum akhirnya
Kepala Sekolah mengambil keputusan memulangkan yani untuk beristirahat. Ujian hari ketiga, yani sudah bisa mengikuti
ujian walaupun kondisinya masih belum sehat, akan tetapi tidak seburuk kemarin
ketika ia harus di papah pulang kerumah dengan keadaan kepayahan.
Setelah
menjalani serangkaian ujian yang menguras tenaga, pikiran dan raga, Titin mengajak ke empat sahabatnya bertamasya
tetangga
untuk referesing dari kelelahan yang mereka hadapi. “Di sana banyak tempat yang
menarik untuk kita manfaatkan
berfoto-foto, dan mengeksplor keindahan alamnya sahabatku”
kata Titin yang
juga salah satu penggemar kamera. “Kalau aku sih oke-oke saja” ucap Yani dengan santai.
Tanpa
di sadari ajakan Titin terdengar oleh teman-teman sekelasnya. Maklum saat itu
mereka sedang asik berbagi cerita di ruangan kelas yang telah mengisi tiga
tahun kehidupan sekolah mereka. “Kenapa hanya
kalian berempat?, seharusnya kita seangkatan harus pergi bersama-sama” kata
Samsul memberi usulan. Usulan Samsul itu
di setujui oleh seisi kelas dan tamasya yang di rencakan hanya berempat menjadi
tamasya seisi kelas.
***
Ketegangan
menghampiri keempat sahabat itu, hari ini begitu menegangkan. Raut wajah siswa –
siswa yang hadir di sekolah pun demikian sama. Sambil berpegang tangan, dan
berdoa dalam hati mereka siap mendengarkan sambutan dan serangkaian acara yang
di lakukan pada acara pengumunan kelulusan mereka. Ketegangan itu mencair
menjadi kebahagian, haru, dan girang setelah kepala sekolah menyatakan mereka
semua lulus. “Alhamdulillah“ ucap kompak keempat sahabat itu bersamaan.
Dengan rasa haru air mata bahagia
mulai menetes tiada henti, mereka mulai merenungkan kesalahan-kesalahan yang selama
tiga tahun terakhir mereka buat
bersama baik pada teman dan para guru. Rasa sesal menghinggapi mereka di
tengah kepungan kegembiraan. Sesal karena pernah melakukan kesalahan ketika
mereka berseragam abu-abu, sebelum akhirnya mereka bergegas menemui mereka dan
meminta maaf.
Dear
my teacher :Thank’s for You theory for our, we love You Teacher because you are
the best teacher for our. from your student’s (Untuk guruku : Terima kasih atas
ajaran kalian untuk kami. Kami mencintai kalian guru, karena kalian adalah guru
terbaik untuk kami). Dari murid kalian.
.........................................................................................................................
“Kini
saatnya kita akan terpisah sahabat” kata Yani “iya kita terpisah untuk
meraih impian-impian gila kita” jawab Titin dengan wajah sedih. “Ingatlah sahabatku, tiada arang melintang yang mampu
memutus persahabatan ini, bahkan ketika laut dan gunung sekalipun. Ingatlah di
depan sana akan ada kehidupan asing yang harus kita lalui, sendiri di tengah manusi-manusia yang siap
menjegalmu, maka pasanglah telinga kalian ketika aku berteriak memanggil,
siapkan lengan kalian ketika aku ingin bersandar dan kuatkan langkah kaki
kalian karena kita mampu menompang satu yang lain, jika kaki ku tertatih-tatih
menuju impianku maka bantu aku, dorong aku hingga di impianku ada nama-nama
kalia”. Ujar Yani sambil meneteskan air mata.
Bidan,
guru, pekerja kantor adalah impian yang selalu mereka dengungkan di masa putih
abu-abu. Yani, Fira dan Titin kali ini memilih universitas yang sama, yakni
Universitas Khairun Ternate. walaupun hasilnya Titin belum dinyatakan lulus dan
harus merelakan impian nya mengenal dunia pendidikan yang lebih tinggi dan memutuskan
pergi ke Kota Manado.
Sementara
Yani dan Fira mulai di sibukan dengan
pengurusan administrasi kampus. Banyak kendala-kendala
yang mereka dapati, terlebih lagi Yani
yang di hadapkan dengan kendala yang membuatnya bingung.
“Fira pengurusanku sampai
sekarang belum selesai
soalnya emailku bermasalah, sehingga tidak dapat mengupload data untuk wawancara
online.” Cakap Yani penuh gelisah. “Sabar, semua itu pasti ada jalan keluarnya”
jawab Fira. “Ia, tetapi jika tidak dapat mengupload data nanti aku akan di
tetapkan pada kategori yang biaya kuliahnya sangat mahal, dan bisa saja aku
tidak akan bisa melanjutkan kuliah tahun ini. Sebab aku mempunyai kakak lelaki
yang akan wisuda nanti di akhir tahun
yang tentunya membutuhkan biaya besar. Imbuh Yani hampir meneteskan air mata.
“Teruslah mencoba, jika memang tetap tidak berhasil,
bersabarlah sebab masih ada tahun berikutnya untuk kamu melanjutkan study yang
kamu inginkan” cakap Fira sambil menyemangati
Yani.
Pada
hari penutupan Yani di hadapkan pada masalah yang tidak ia inginkan. Hasil UKT
menempatkan Yani pada kategori -5. Beban menghampiri, Karegori 5 sangat amat
berat bagi dirinya. Pergulatan batin menghampiri, menangis, kecewa menjadi
kesehariannya. Walaupun di satu sisi semua sahabatnya tidak satupun mengetahui.
Ditengah-tengah kesedihan yang menggerogotinya tiba-tiba handponenya
berbunyi. “Hallo, terdengar jelas
suara yani kegirangan. “teman-teman aku lulus
pada tes akhir. Aku di tetapkan pada jurusan Gizi” kata Fita yang telah membuat
panggilan konferensi pada Yani, Titin dan Fira.
“Alhamdulillah
selamat atas keberhasilanmu. Kalau aku lulus pada jurusan Ilmu Komunikasi” kata
Titin dengan
penuh semangat. “Iya sama-sama, alhamdulillah akhirnya jurusan yang kami
inginkan akhirnya telah tercapai. Eeh…
dimana Yani sama Fira?” tanya Fita keheranan. “Hadirrrrrrr” jawab Yani dan Fira
bersamaan. “Selamat untuk Fira yang
akan menjadi calon ibu guru Matematika, dan juga untuk Yani yang akan bekerja di
kantor” ucapan selamat dari Titin. “Entahlah mereka semua bersemangat dengan
jurusan yang telah mereka inginkan, tapi aku mungkin belum bisa melanjutkan
kuliah pada tahun ini” lirih Yani dalam hati.
Tak
lama kemudian panggilan pun
berakhir. Sementara Yani termenung dalam kesendirian diruang yang hampa sebab
kemungkinan besar memupus
keinginannya untuk melanjutkan kuliahnya tahun ini. Dengan berbagai cara
yang telah di lakukan oleh kakaknya namun samua tidaklah berhasil, ia sempat
berputus asa dan pasrah
mungkin belum saatnya ia melanjutkan
kuliah. Ia selalu menyembunyikan semua masalah itu dari sahabat-sahabatnya.
Perjalanan
begitu cepat berlalu, sahabat-sahabatnya telah menjalani runtinitas sebagai
seorang mahasiswi. Bertemu teman-teman baru, hingga lupa pada persahabatan yang
mereka jalani. Banyak desas-desus hinggap di telinga mereka, akan
sahabat-sahabat yang kini mulai berubah. “Kata
teman-teman yang lain Fita semakin berubah, tetapi
Yani, Firadan Titin tidak
perduli, sebab mereka maklumi aktifitasnya sebagai mahasiswa baru, mungkin ia
lagi sibuk pengurusan sehingga belum sempat memberi kabar.”
Pada
suatu hari Titin menelepon
Yani. Lagi-lagi
dengan panggilan konferensi yang telah ia buat. “Hallo” Yani mengawali
percakapan. “Hallo jawab Titin sambil berkata Yani silahkan bicara, sudah
tersambung dengan Fira, kemudian kata Titin ada berita baru. “Berita
baru tentang apa?” tanya Yani penuh kebingungan. “Kalian ketinggalan info, aku
baru saja mendapat info tentang Fita. Kata teman-teman lain Fita sudah semakin
berubah karena mempunyai teman-teman baru. Kemarin aku sempat pergi ke kosnya
tetapi ia sama sekali tidak berbicara denganku seakan-akan aku orang yang baru ia
kenal” kata Fira sedikit kesal
“Begitulah
pribadi masing-masing orang dan mungkin itu adalah kepribadiannya”. Kalian yang sesama mahasiswa saja tingkahnya seperti
itu, apalagi denganku yang belum kuliah, seperti apa jadinya? “kata Yani, sambil
melanjutkan, aku juga sempat mendengar dari beberapa teman-teman bahwa Fita
sudah semakin berubah, tapi aku hanya diam dan mendengarkan saja.
“Ya
biarlah… Dan untuk kamu Yani saat
ini memang kami yang duluan kuliah di banding kamu, tapi ada saatnya untuk kamu
akan melanjutkan kuliahmu, bersabarlah jangan pernah merasa sirik dengan kami,
kami tetaplah sahabatmu, memang betul kami yang akan melanjutkan study duluan
tetapi belum tentu kami yang akan sukses duluan. Sering-sering datang berkunjung, biar kita bisa bersama-sama
berbagi canda dan tawa” cakap Fira sekaligus memberi semangat pada Yani.
“Ketika
Yani mendengar apa yang barusan disampaikan oleh sahabatnya, Air matanya mulai menetes membasahi
kedua bulatan pipinya sembari berkata
“terima kasih untuk kalian
yang telah memberiku semangat serta mengajarkanku betapa pentingnya arti persahabatan
ini” kalian adalah sahabatku, sahabat yang benar-benar
membuatku bangkit mengejar mimpi yang kadang tak ingin lagi ku impikan. Sahabat
yang ketika diriku terhempas dalam kesedihan, kalian telah lebih dulu
menangkapku...terima kasih sahabatku...pip..pip..percakapan hari itu di warnai
berbagai pesan dan kesan buat Yani.
Dalam
benak Yani, persahabatan
itu tidak dilihat dikalah sukses
ataupun tidak. Mana kaya dan miskin. Akan tetapi
persahabatan itu diukur
seberapa pentingnya kita saling menghargai dan saling memberi suport antara satu sama lain, saling
mendukung, dan saling mengingatkan betapa pentingnya hubungan manusia dengan
agama yang dianut, itulah yang di sebut sahabat Dunia akhirat.(*)